SHALAT WAJIB DAN SHALAT SUNAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“Praktek Ibadah”
Dosen Pengampu:
MUZAIJIN MASDAR
Disusun oleh:
Disusun oleh :
Zunik Murtiani (9321.165.13)
Annas at. Thoriqi (932102113)
Kelas : E
Smt : V
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI 2015
A.
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Kata Shalat secara Etimologis, berarti do’a. Adapun shalat
secara Terminologis, adalah seperangkat perkataan dan perbuatan yang dilakukan
dengan beberapa syarat tertentu., dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam.
Pengertian Shalat ini mencakup segala bentuk salat yang diawali
dengan takbirt al-ihram dan diakhi dengan salam. Digunakan kata shalat
untuk ibadah ini, tidak jauh berbeda dengan pengertian Etimologisnya.
Sebab, di dalam shalat terkandung do’a-do’a berupa permohonan, minta
ampun, dan sebagainya.
Dalam Islam, Shalat menempati kedudukan yang tidak dapat
ditandingi oleh ibadah lainnya. Selain termasuk rukun islam, yang berarti
tiang Agama, Shalat juga termasuk Ibadah yang pertama diwajibkan Allah kepada
Nabi Muhammad ketika Mi’raj.
Disamping itu, Shalat memiliki tujuan yang tidak terhingga.
Tujuan Hakiki dari Shalat, sebagaimana dikatakan Al-jaziri, adalah tanda hati
dalam rangka mengagungkan Allah sebagai pencipta. Disamping itu Shalat juga
merupakan bukti takwa Manusia kepada Khaliknya. Dalam salah satu ayat-Nya
menyatakan bahwa Shalat bertujuan menjauhkan orang dari keji dan munkar.
b. Rumusan masalah
1. Mengetahui sholat wajib dan sunnah
2. Apa pengertian sholat jamaah
3. Apa pengertian sholat jama’ dan qosor
4. Mengetahui macam-macam sholat sunnah
c. Tujuan
Memberi pemahaman kepada seluruh mahasiswa apa saja
sholat wajib dan sunnah yang diajarkan oleh syariah dan mengaplikasikanya.
B.
PEMBAHASAN
1.
Shalat Wajib
a.
Shalat Jama’ah
Shalat
jamaah sangat dianjurkan oleh agama, pahala yang didapat dua puluh tujuh
derajat lebih besar dari pada shalat seorang diri.
Dari Riwayat Malik, Abi Zinad, A’raj, dan Abi Hurairah Berkata:
Dari Riwayat Malik, Abi Zinad, A’raj, dan Abi Hurairah Berkata:
اخبرنا
ما لك عن ابى الزناد عن الاعرج عن ابى هريرة رضى الله عنه
ان
النبى صلى الله عليه وسلم قال: صلاة الجماعة افضل من صلاة احد كم
وحده بخمس وعشرين جزءا.
“Telah menghkabarkan kepada kami Malik dari Abi Zinad dari A’raj
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi saw. Telah bersabda: “Shalat
berjamaah yang dilakukan salah seorang diantara kamu lebih utama dari pada
shalat sendirian, pahalanya berlipat dua puluh lima kali.”
Dari Hadis lain juga mengatakan:
اخبرنا
ما لك عن نافع عن ابن عمر رضى الله عنهما ان رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:
صلاة
الجماعة تفضل على الفرد بسبع وعشرين درجة.
“Telah dikhabarkan kepada kami Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar
Radhiyallahu an’huma, bahwa Rasulullah saw. Telah bersabda: “Shalat
berjamaah lebih utama dari pada shalat seorang diri, dua puluh derajat kali
lipat.”
Dari dua Hadis diatas Rasulullah menegaskan tentang pentingnya
shalat berjamaah. Serta keistimewaan yang terkandung didalamnya. Shalat jamaah
adalah sunnah Rasul yang sangat terkenal, mengandung hikmah yang besar, serta
dapat mempersatukan kaum muslimin dalam pandangan dan gerak langkah, hingga
diantara mereka tergalang kebersamaan dan rasa solidaritas.
Dalam menyikapi perihal hukum shalat jamaah, ada perbedaan pendapat
dikalangan para Ulama’. Menurut Mayoritas Jumhur Ulama shalat jamaah hukumnya
buka fardu ‘ain, hanya saja apakah sunnah ataukah fardlu kifayah, dikalangan
mereka masih terjadi perbedaan pendapat.
Dalam riwayat lain diterangkan bahwa Rasulullah berniat akan
membakar rumah mereka ketika meninggalkan shalat isya’. Sedangkan riwayat yang
lain lagi menerangkan, ketika meninggalkan seluruh shalat lima waktu secara
mutlak juga akan dibakar rumahnya. Menurut pendapat yang terpilih shalat jamaah
hukumnya fardlu kifayah bukan fardlu ‘ain. Dan ini merupakan banyak dukungan
dari para Ulama.
b.
Shalat
Jama’ dan Qosor
Shalat jama’ adalah melaksanakan atau menggabungkan shalat wajib
dalam satu waktu. Shalat jama’ dilaksanakan pada waktu bepergian dalam
jarak tempuh 90 km. pada shalat jama’, yang bisa dijamakkan adalah shalat
dzuhur, ashar, magrib dan isya’, sedangkan subuh tidak bisa dijama’kkan.
Dalam riwayat hadis shahih muslim mengatakan:
عن
انس بن ماللك رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم: اذا عجل عليه السفر
يؤخرالمغرب
حتى يجمع بينهما وبين العشاء حين يغيب الشفق.
“Anas bin Malik r.a berkata: “Apabila Nabi bergegas dalam
perjalanan, beliau akhirkan shalat zhuhur ke awal waktu shalat Asar, lalu
beliau menjama’ keduanya. Dan belian akhirkan shalat maghrib, sehingga beliau
menjama’kan dengan shalat isya’ ketika mega merah telah hilang.
Saat memasuki shalat dzuhur, lalu masih dalam perjalanan maka
shalatnya bisa dijama’ diawal waktu shalat asar. Dan ketika waktu maghrib
datang menjama’kannya shalat isya’ ketika mega merah telah hilang.
Yang dimaksud dengan mengqasar sholat adalah meringkas shalat.
Shalat yang bisa diringkas hanya shalat dengan jumlah empat rakaat. Sementara
maghrib dan subuh tidak bisa diqasarkan. Bila menqasar shalat, bisa dilakukan
dengan dua rakaat saja, untuk memudahkan seorang Musafir.
Berikut ini ada Hadis
tentang Mengqasar shalat:
عن
عبدالله بن عمر رضى الله عنهما قال: رايت النبى ص اذااعجله السير يؤخرالمغرب
فيصليها ثلاثا ثم يسلم ثم قلم يلبث حتى يقيم
العشاء فيصليها ركعةين ثم يسلم ولا يسبح
بعد
العشاء حتى يقوم من جوف اليل.
“Dari Abdullah bin Umar r.a
berkata: Saya melihat Nabi saw. Apabila tergesa-gesa dalam perjalanan beliau
akhirkan maghrib. Beliau shalat tiga rakaat kemudian salam. Beliau diam sejenak
sampai masuk isya’ lalu beliau shalat dua rakaat kemudian salam, dan beliau
tidak membaca tasbih setelah isya’ sampai beliau bangun jauh ditengah malam.”
Dari Hadis diatas dapat dijelaskan bahwa apabila kita tergesa-gesa
dalam perjalanan pada saat waktu maghrib, maka kita harus mengqasar shalat
maghrib dan isya’. Maghrib dilakukan dengan tiga rakaat, sedangkan isya’ dengan
dua rakaat.
Dari Hadis lain Riwayat Abu Hurairah disitu Rasulullah memberi
pesan kepada Umatnya, bahwa:
عن
ابى هريرة رضى الله عنه قال: النبى ص لا يحل لامراة تؤمن بالله واليوم الاخر ان
تسافر
مسيرة يوم وليلة ليس معها حرمة.
“Dari Abu Hurairah r.a berkata: Nabi saw. Bersabda: “Tidak
halal bagi seseorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian
perjalanan sehari semalam tanpa ada muhrim (seorang yang haram dinikah atau
menikah).”
Dari Hadis diatas dapat dijelaskan bahwa Apabila seseorang
bepergian, terutama wanita, maka wanita itu harus didampingi muhrimnya.
Seperti: ayahnya, atau saudaranya. Sehingga wanita tersebut terhindar dari
bahaya.
2.
Shalat Sunah
a.
Shalat Rawatib
1.
Pengertian Shalat
Sunah Rowatib
Shalat sunah rawatib
adalah shalat sunnah yang menyertai shalat fardhu baik dikerjakan sebelum
shalat fardhu ataupun sesudahnya. Yang sering disebut shalat qobliyah
(sebelum), shalat ba’diyah (sesudah).[1] Dari beberapa macam sholat
sunnah qobliyah dan ba’diyah yang ada, ada beberapa yang termasuk dalam sholat
sunah rawatib muakkad, yaitu sholat rawatib yang dianjurkan oleh Rasulullah
saw.
Adapun yang termasuk
shalat sunah rawatib muakkad menurut kesepakatan semua ulama’ adalah yang
memiliki ketentuan sebagi berikut:
a.
Dua Rakaat Sebelum
Shalat Subuh
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan oleh Nabi,
sebagai berikut:
ﻋﻦ ﻋﺎﺌﺸﻪ ﺍﻠﻧﺑﻲ ﺺ.ﻡ ﻠﻡ
ﻳﻜﻦ.ﻋﻟﻰ ﺸﻴﺊ ﻤﻥ ﺍﻠﻧﻮﺍ ﻓﻞ ﺃﺸﺪ ﻤﻧﻪ ﺗﻌﺎﻫﺪﺍﻋﻠﻰ ﺮﻜﻌﺘﻰ ﺍﻠﻓﺠﺮ .ﺮﻮﺍﻩﺍﻠﺑﺧﺍﺮﻯ
Artinya: Dari Aisyah r.a.. “Tidak ada
shalat sunnah yang dipentingkan oleh Nabi SAW selain dua rakaat sebelum subuh
(shalat fajar).” (H.R. Al-Bukhari: 1093)
b. Empat Rakaat Sebelum Shalat Dzuhur
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ
اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : اَنَّ النَّبِىَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ
يَدَعُ اَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ (رواه
البخارى([2]
Artinya: Dari Aiyah Ra. berkata :
“Sesungguhnya Nabi Saw, tidak ada pernah meninggalkan empat rakaat sebelum
Dzuhur (dua rakaat sunnah muakkad dan dua rakaat sunnah ghairu muakkad) dan dua
rakaat sebelum shalat fajar”. (HR.Bukhari)
Shalat
rawatib ini juga berlaku untuk shalat Jum’at, karena shalat Jum’at merupakan
ganti dari shalat Dzuhur.
اَنَّ ابْنَ مَسْعُوْدٍ
رَضِىَ اللهُ عَنْهُ يُصَلِّى قَبْلَ الْجُمْعَةِ اَرْبَعًا وَبَعْدَهَا اَرْبَعًا
(رواه الترمذى (
Artinya: ”Sesungguhnya Ibnu Mas’ud
melakukan shalat empat rakaat sebelum dan setelah shalat Jum’at”. (HR At
Tirmidzi).
c.
Dua Rakaat Sesudah
Shalat Dzuhur
عَنْ اُمِّ حَبِيْبَةَ
رَضِىَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ, قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : مَنْ صَلَّى اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَاَرْبَعًا
بَعْدَهَا حَرَّمَهُ اللهُ عَلَى النَّارِ )رواه الترمذى(
Artinya: Dari Umi Habibah Ra. berkata,
Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa shalat empat rakaat sebelum Dzuhur dan
empat rakaat sesudahnya, maka Allah mengharamkannya masuk neraka”. (HR At
Tirmidzi).
Catatan :
Yang
dimaksud dengan empat rakaat dalam hadits di atas adalah dua rakaat sunnah
muakkad dan dua rakaat sunnah ghairu muakkad.
d.
Dua rakaat
sesudah shalat maghrib
e.
Dua rakaat
sesudah shalat isya’[3]
عَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ
عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: حَفِظْتً عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ
الظُّهْرِ, وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ
ورَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاءِ (رواه البخارى ومسلم([6]
Artinya: Dari Abdullab bin Umar Ra.
berkata : “Saya hafal dari Rasulullah Saw. dua rakaat sebelum Dzuhur dan
dua rakaat sesudah Dzuhur, dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sesudah Isya
dan dua rakaat sebelum Shubuh”. (HR. Bukhari dan Muslim).
2.
Keutamaan Fadhilah Shalat Sunnah Rowatib
- Hadits riwayat Bukhari
سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ما من عبد مسلم يصلي لله كل يوم ثنتي عشرة ركعة تطوعا غير فريضة إلا بنى الله له بيتا في الجنة
Artinya: Nabi bersabda: Tidak ada seorang hamba
yang shalat sunah setiap hari sebanyak 12 rakaat kecuali Allah membangun
untuknya sebuah rumah di surga.
- Hadits sahih riwayat
Muslim
مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الجَنَّةِ
Artinya: Barang siapa yang shalat 12 rokaat sehari semalam maka
dibangun baginya rumah di surga.
-
Hadits sahih riwayat
Bukhari Muslim (muttafaq alaih)dari Ibnu Umar
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ الله صلى الله عليه وسلم رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الجُمُعَةِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ المَغْرِبِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ العِشَاءِ
Artinya: Saya pernah shalat bersama Rasul dua
rakaat sebelum dzuhur, 2 rakaat setelah dzuhur, 2 raka'at setelah Jum'at, 2
rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya'.
Ada 5 waktu shalat
sunnah rawatib dengan total 12 raka'at 6 raka'at ba'diyyah dan 6 raka'at
qabliyyah dengan rincian sebagai berikut:
a.
Dua raka'at sebelum
shalat subuh.
b.
Empat roka'at sebelum
shalat dhuhur (dilakukan dua rakaat dua
rakaat atau 2x salam)
c.
Dua roka'at setelah
shalat dhuhur.
d.
Dua roka'at setelah
shalat maghrib.
e.
Dua raka'at setelah
shalat isya'.
4.
Niat shalat sunnah rowatib
a.
Sebelum subuh:
أُصَلِي قَبْلِيَّةَ الصُبْحِ رَكْعَتَيْنِ سُنَّةً ِللهِ تَعَاليَ
أُصَلِي قَبْلِيَّةَ الصُبْحِ رَكْعَتَيْنِ سُنَّةً ِللهِ تَعَاليَ
Artinya: Niat shalat sunnah qobliyyah subuh dua rakaat karena
Allah.
b. Sebelum dzuhur:
أُصَلِي قَبْلِيَّةَ الظُهْرِ رَكْعَتَيْنِ سُنَّةً ِللهِ تَعَاليَ
أُصَلِي قَبْلِيَّةَ الظُهْرِ رَكْعَتَيْنِ سُنَّةً ِللهِ تَعَاليَ
Artinya: Niat shalat sunnah qobliyyah dzuhur dua rakaat karena
Allah.
c. Setelah shalat dzuhur:
أُصَلِي بَعْدِبّةَ الظُهْرِ رَكْعَتَيْنِ سُنَّةً ِللهِ تَعَاليَ
أُصَلِي بَعْدِبّةَ الظُهْرِ رَكْعَتَيْنِ سُنَّةً ِللهِ تَعَاليَ
Artinya: Niat shalat sunnah ba'diyyah dzuhur dua rakaat karena
Allah.
d. Setelah shalat maghrib:
أُصَلِي بَعْدِبّةَ الَمغْرِب رَكْعَتَيْنِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالي
أُصَلِي بَعْدِبّةَ الَمغْرِب رَكْعَتَيْنِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالي
Artinya: Niat shalat sunnah ba'diyyah maghrib dua rakaat karena
Allah.
e. Setelah shalat isya':
أصَلِي بَعْدِبّةَ الِعشَاء رَكْعَتَيْنِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالي
أصَلِي بَعْدِبّةَ الِعشَاء رَكْعَتَيْنِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالي
Artinya: Niat shalat sunnah ba'diyyah isya' dua rakaat karena
Allah.
5.
Bacaan shalat sunnah
rowatib
a.
Rakaat pertama membaca
Al-Fatihah dan surat Al-Kafirun
b.
Rakaat kedua membaca
Al-Fatihah dan surat Al-Ikhlas
b.
Shalat Hajat
Sholat hajat ialah shalat sunah yang dilakukan karena ada kebutuhan
tertentu. Misalnya, ingin memulai berdagang, membangun rumah dan lain-lain.[5]
Tujuan shalat ini adalah agar apa yang menjadi hajatnya (hajat yang baik dan
tidak bertentangan dengan syariat) mendapatkan rida Allah. Pelaksanaannya dapat
dilakukan dengan 2, 4, dan maksimal 12 rakaat. Adapun syarat, rukun sholat
hajat sama dengan shalat fardhu. Waktu shalat hajat dapat dilaksanakan kapan
saja, kecuali pada lima waktu yang diharamkan.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ
تَوَضَّأَ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ يُتِمُّهُمَا
أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا سَأَلَ مُعَجِّلًا أَوْ مُؤَخِّرًا
Artinya:“Barang
siapa yang berwudhu dan menyempurnakannya, lalu shalat dua rakaat dengan
sempurna maka Allah akan memberikan apa yang ia minta, cepat atau lambat. (HR.
Ahmad dari Abu Darda’)
Adapun tata
cara pelaksanaan shalat hajat sebagai berikut:[6]
1.
Berdiri menghadap kiblat untuk melaksanakan shalat hajat dengan
niat, yang artinya aku niat shalat sunah hajat dua rakaat karena Allah ta’ala.
2.
Setelah selesai melaksanakan shalat hajat, hendaknya membaca
istighfar 100 kali.
3.
Setelah membaca istighfar lalu membaca shalawat atas Nabi SAW
sebanyak 100 kali.
4.
Sesudah itu membaca do’a sebagai berikut:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيْمُ الْكَرِيْمُ
سُبْحَانَ اللهِ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْن
اَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيْمَةَ مِنْ
كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍلاَتَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ
فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِىَ لَكَ رِضَا إِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
Artinya: “Tidak ada Tuhan melainkan
Allah Yang Maha Penyantun dan Pemurah. Maha Suci Allah, Tuhan pemelihara ‘Arasy
Yang Maha Agung. Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam, kepada-Mu aku
memohon sesuatu yang mewajibkan rahmat-Mu, dan sesuatu yang mendatangkan
ampunan-Mu, dan memperoleh keuntungan pada tiap-tiap dosa. Aku bermohon pula
untuk memperoleh seluruh kebaikan serta selamat terhindar dari melakukan
seluruh dosa. Janganlah Engkau biarkan dosa daripada diriku melainkan Engkau
ampuni, dan tidak ada sesuatu kepentingan melainkan Engkau ampuni, dan tidak
ada sesuatu kepentingan melainkan Engkau beri jalan keluar, dan tidak pula
sesuatu hajat yang mendapat kerelaan-Mu melainkan Engkau kabulkan. Wahai Tuhan
yang paling Pengasih dan Penyayang.”
f.
Kemudian mohonlah kepada allah apa
yang menjadi hajat kita, sambil bersujud.
c.
Shalat Tahajud
Secara etimologi, kata Tahajud berasal dari kata Al-Hujud
yang berarti bangun dari tidur pada malam hari. Sedangkan secara definisi
ibadah, tahajud diartikan sebagai shalat yang dikerjakan pada malam hari yang
waktunya dimulai sejak ba’da shalat isya’ hingga terbit fajar dengan syarat
setelah sang mushali tidur terlebih dahulu.
Shalat tahajud sejak awal diperitahkannya, telah menjadi semacam
shalat sunah utama yang paling sering dikerjakan oleh umat muslim. Alasannya
yaitu karena dalam beberapa dalil disebutkan bahwa Allah SWT tidak pernah
menjadikan shalat tahajud sebagai shalat sunah biasa. Karena alasan itulah,
umat muslim diseluruh dunia menempatkan kedudukan shalat tahajud ditempat yang
sangat istimewa. Dan dalam Al-Qur’an, shalat tahajud adalah satu-satunya shalat
sunah yang tercantum didalamnya dan pernah ditunaikan layaknya shalat fardhu.
Allah Swt berfirman:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ
يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
(الاسراء: 79(
Artinya: “Dan pada sebahagian malam hari
shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan
Tuhan-Mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al- Isra’: 79)
Kata “Tahajud” dalam
Al-Qur’ an tersebut bagi umat muslim mengandung pemahaman bahwa shalat tahajud
adalah ibadah yang mengandung hikmah dan keutamaan yang besar. Selain sebagai
shalat sunah, shalat tahajud termasuk pelengkap dan penyempurna bagi
shalat-shalat fardhu yang mungkin kurang sempurna pelaksanaannya.
Dari Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw pernah ditanya
oleh seorang sahabat, “Shalat mana yang paling afdhol setelah shalat fardhu?
Rasulullah Saw menjawab, “Shalat di tangah malam.” (HR. Muslim).[7]
Shalat Tahajud dapat
dikerjakan diawal, ditengah ataupun akhir malam setelah shalat Isya’, sesuai
dengan kemampuan masing- masing. Namun, apabila mampu bangun dimalam hari,
waktu terbaik pelaksanaan shalat tahajud adalah pada waktu sepertiga malam yang
terakhir, karena waktu sepertiga malam itu sangatlah utama dan istimewa. Dari Abu Hurairah, Rasulullah
bersabda: Tuhan kita (Allah) tabaraka wa ta’ ala “turun” setiap malam ke
langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir. Ia berfirman: Siapa yang
berdoa kepada-Ku niscaya Aku kabulkan, siapa yang meminta kepadaku, niscaya Aku
berikan, siapa yang memohon ampunan kepadaku maka niscaya Aku ampuni dia.
(HR.Bukhari).
Adapun tata cara
pelaksanaan shalat tahajud adalah, bilangan rakaatnya paling sedikit dua rakaat
dan banyaknya adalah tidak terbatas. Dan adab yang sangat dianjurkan:
1.
Niat sebelum tidur.
2.
Membangunkan anggota keluarga.
3.
Membaca Doa.
4.
Segera berwudhu.
5.
Shalat Iftithah (shalat pembuka).
6.
Shalat Tahajud.
Shalat tahajud dapat dilakukan dua-dua. Artinya adalah, dua rakaat
kemudian salam, lalu mulai lagi dua rakaat dan kemudian salam lagi, begitu
seterusnya. Adapun niatnya adalah:
اصلي سنة التهجد ركعتين
لله تعا لي
Artinya: “Aku
niat shalat sunnah tahajud dua rakaat karena Allah”.
7.
Tutup dengan shalat Witir.
8.
Berdo’a.[8]
d.
Shalat Istikhoroh
Istikhoroh artinya memilih atau meminta dipilihkan, yaitu memilih
diantara dua hal/pekerjaan yang sama-sama disukainya.
Shalat istikhoroh yaitu sholat sunah dua rakaat untuk memohon kepada
Allah ketentuan pilihan yang lebih baik diantara dua hal yang belum dapat
ditentukan baik buruknya.
Misalnya, ada dua orang gadis yang sama-sama kita cintai, tapi
manakah yang paling patut menjadi istri kita sehingga menimbulkan kebahagiaan
dengannya. Atau ada dua macam pekerjaan yang sama-sama kita mampu
melaksanakannya, manakah salah satu diantaranya yang harus kita lakukan.
Shalat istikhoroh itu lebih utama dilaksanakan pada malam hari,
seperti melaksanakan shalat tahajud. Sesudah melaksanakan shalat istikhoroh
kemudian berdo’a dengan do’a istikhoroh yang disertai dengan ketetapan hati
untuk memilihnya/mana yang cocok baginya.
Lafadz niat sholat istikhoroh yaitu sebagai berikut: Ushalli Sunnatal Istikharaati Rak’ataini Lillahi
Ta’aala (Sahaja Aku sembahyang sunnat istikharah 2 rakat tunai kerana Allah
Ta’ala).[9]
Setelah selesai solat, berdoa seperti
yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW:
Artinya: “Ya Allah, aku memohon petunjuk memilih yang baik dalam pengetahuanMu, aku
mohon ditakdirkan yang baik dengan kudratMu, aku mengharapkan kurniaMu yang
besar. Engkau Maha Kuasa dan aku adalah hambaMu yang dhaif. Engkau Maha Tahu
dan aku adalah hambaMu yang jahil. Engkau Maha Mengetahui semua yang ghaib dan
yang tersembunyi. Ya Allah, jika hal ini dalam pengetahuanMu adalah baik
bagiku, baik pada agamaku, baik pada kehidupanku sekarang dan masa datang,
takdirkanlah dan mudahkanlah bagiku kemudian berilah aku berkah daripadanya. Tetapi
jika dalam ilmuMu hal ini akan membawa bencana bagiku dan bagi agamaku, membawa
akibat dalam kehidupanku baik yang sekarang ataupun pada masa akan datang,
jauhkanlah ia daripadaku dan jauhkanlah aku daripadanya. Semoga Engkau
takdirkan aku pada yang baik, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas setiap
sesuatu.”
e.
Shalat Duha
Sholat duha ialah sholat sunah dua rakaat atau lebih, sebanyak-banyanya
dua belas rakaat. Shalat ini dikerjakan ketika waktu duha, yaitu waktu matahari
naik setinggi tombak, kira-kira pukul 8 atau 9 sampai tergelincir matahari. [10]
Lafadz Niat shalat duha sebagai berikut:
اُصَلِّيْ
سُنَّةَ الضُّحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءلِلَّهً تَعَالَى
Surat pendek yang dibaca setelah membaca surat Al Fatihah adalah
surat Asy Syamsi pada rakaat pertama dan surat Ad Dhuha pada rakaat ke dua
(pendapat Imam Jalal Suyuthi dalam Hawsyil Khothiib). Pendapat lain yang juga
sama kuatnya adalah membaca surat Al Kafirun pada rakaat pertama dan surat al
Ikhlash pada rakaat ke dua (pendapat Ibnu Hajar dan Imam Ramli). Para ulama
sepakat menganjurkan untuk mengumpulkan dua pendapat tersebut dengan membaca
surat Asy Syamsi pada rakaat pertama dan Al Kafirun pada rakaat kedua, pada 2
rakaat pertama. Selanjutnya pa da 2 rakaat selanjutnya, membaca ad Dhuha
pada rakaat pertama dan al Ikhlash pada rakaat ke dua. Untuk rakaat-rakat
selanjutnya, membaca surat al Kafirun pada rakaat pertama dan al Ikhlash pada
rakaat ke dua.
Do’a Shalat Dhuha
اَللّهُمَّ
اِنَّ الضُّحَاءَ ضُحَاءُكَ وَالْبَهَاءَ بَهَائُكَ وَالْجَمَالَ جَمَالُكَ
وَالْقُوَّةَ قُوَّتُكَ وَالْقُدْرَةَ ِ قُدْرَتُكَ
وَالْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَاَللّهُمَّ اِنْ كَانَ رِزْقِى فِى السَّمَاء
فَاَنْزِلْهُ وَاِنْ كَانَ فِى اْلاَرْضِ ا فَيَسِّرْهُ
وَاِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ وَاِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ فَاَخْرِجْهُ
وَاِنْ كَانَ مُعَسِّرً بِحَقِّ ضُحَائِكَ وَبَهَائِكَ وَجَمَالِكَ وَقُوَّتِكَ
وَقُدْرَتِكَ اَتِنِ مَااَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ ى
f.
Shalat Tarawih Dan Witir
1.
Shalat Tarawih
Kata tarawih adalah bentuk jama’ dari kata “Tarwihah” yang
artinya istirahat pada tiap-tiap empat raka’at. Kemudian tiap empat raka’at
dari shalat malam disebut juga dengan istilah tarawih. Shalat sunah yang
dikerjakan pada malam hari disebut Qiyamullail atau shalat lail, shalat
lail juga sering disebut dengan nama shalat tahajjud. Bila shalat lail
dikerjakan dibulan ramadhan, maka disebut shalat tarawih. Dinamakan shalat
tarawih karena para salaf mengerjakan shalat malam tersebut dengan cara
berhenti sejenak untuk beristirahat ditiap-tiap empat raka’at.
Adapun dalil dan keutamaan shalat tarawih dalam hadits riwayat Abu
Dzar yang artinya: “Sesungguhnya apabila sesorang shalat (tarawih) bersama
imam hingga selesai baginya dicatat melaksanakan shalat semalam suntuk.”
Adapun bilangan rakaat menurut pendapat para ulama’ yang
berlandaskan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi yang mana Rasulullah itu melaksanakan shalat
tarawih sebanyak 11 atau 13 rakaat, dihitung 11 rakaat jika tanpa shalat iftitah
sebanyak dua rakaat. Namun boleh juga shalat tarawih lebih dari 11 rakaat.
Adapun pendapat dari Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, dan Imam Daud
yang menerangkan bahwa 20 rakaat tarawih belum termasuk witir dengan lima kali
tarawih (istirahat sejenak tiap empat rakaat) setiap dua rakaat salam.
Sedangkan 40 rakaat tarawih ditambah 7 rakaat witir, ini adalah pendapat Imam
Aswad bin Yazid.
Waktu shalat tarawih, waktunya adalah setelah selasainya shalat
isya’ sampai sebelum subuh. Sedangkan waktu yang lebih afdal dalam melaksanakan
shalat tarawih adalah terletak pada akhir malam, yang diperkuat sebuah firman
Allah dari QS. Adz Dzariyat: 17-18, yang artinya: “Adalah mereka sedikit tidur
malam. Dan di waktu-waktu sahur mereka beristigfar.”
Dalam hadits pun juga diterangkan sebagaimana keutamaan shalat pada
akhir malam. Adapun hukum shalat tarawih adalah sunah muakad, keterangan ini
adalah yang dikehendaki dari makna qiyamu Ramadhan dalam HR. Syaikhani dari
hadits Abu Huraurah ra. yang artinya: “Barang siapa yang berdiri pada malam
bulan Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosanya yang terlewat akan
diampuni.”
Dalam shalat tarawih terdapat sebuah peringatan yang mana fungsinya
untuk memanggil jama’ah, dengan sebuah ucapan[11]
الصَّلاَةُجاَمِعَةٌ
رَحِمَكُمُ الله
Adapun niat shalat tarawih adalah sebagai berikut:
أُصَلِّيْ
سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلهِ تَعَلَى
Artinya: “Saya niat shalat sunah
tarawih dua rakaat karena Allah.”
Dalam pelaksanaan shalat tarawih ada
beberapa cara berbeda dengan shalat sunah lainnya, terutama jika dilakukan
secara berjamaah. Cara-cara tersebut adalah:
1.
Setelah selesai shalat isya’, bilal membaca ta’awwudz dan basmalah,
kemudian membaca:
سُبْحَانَ
الْمَلِكِ الْمَعْبُوْدِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْمَوْجُوْدِ سُبْحَانَ الْمَلِكِ
الْحَيِ الَّذِيْ لاَيَنَامُ وَلاَ يَمُوْتُ وَلاَيَفُوْتُ أَبَدًا سُبُّوْحٌ
قُدُّوْسٌ رَبُّنَا وَرَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوْحِ. سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَللهُ أَكْبَرُ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ
الْعَظِيْم
2.
Setelah itu bilal membaca:
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Kemudian
para jamaah menjawab:
اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهِ
Bilal
membaca sholawat lagi:
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ
Kemudian
para jamaah menjawab lagi:
اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهِ
Kemudian
bilal menjawab shalawat lagi:
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا
وَحَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا وَذُخْرِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ
Kemudian
para jamaah menjawab lagi:
اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهِ
Kemudian
bilal membaca:
الصَّلاَةُ التَّرَاوِيْحِ جَامِعَةً رَحِمَكُمُ
اللهُ
3. Setelah salam
pada dua rakaat pertama, bilal dan jamaah bersama-sama mengucapkan:
فَضْلاً
مِنَ اللهِ وَنِعْمَةً, وَمَغْفِرَةً وَرَحْمَةً, لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَشَرِيْكَ لَهُ, لَهُا لْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ
عَلَى كُلِّ شَيْ ءٍ قَدِيْرٍ
4. Kemudian bilal
membaca shalawat di atas (poin kedua) dan jamaah menjawabnya.
5. Setelah salam
pada rakaat ke empat, bilal dan jamaah mengulang langkah pertama hingga poin
ketiga. Setelah itu bilal mengucapkan:
اَلْبَدْرُ الْمُنِيْرُ سَيِّدُنَا مُحَمَّدٌ
صَلُّوْا عَلَيْهِ
6. Setelah salam
pada rakaat ke enam, bilal membaca langkah pada poin ke-3 dan dilanjutkan pada poin
ke-2.
7. Setelah salam
pada rakaat ke delapan, bilal dan jamaah mengulang langkah pada poin pertama
dan ke-2. Setelah itu bilal mengucapkan:
اَلْخَلِيْفَةُ الأُوْلَى أَمِيْرُ
الْمُؤْمِنِيْنَ سَيِّدُنَا أَبُوْ بَكْرِ الصِّدِّيْقِ
Para jamaah menjawab:
اللهُ
عَنْهُرَضِيَ
8.
Setelah rakaat kedua belas, sesudah doa, bilal mengucapkan:
اَلْخَلِيْفَةُ الثَّا نِيَةُ أَمِيْرُ
الْمُؤْمِنِيْنَ سَيِّدُنَا عُمَّرُبْنُ الْخَطَّابِ
Para
jamaah menjawab:
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Demikian
dikerjakan dalam shalat tarawih, dan tiap-tiap selasai rakaat ke-4, 8, 12, 16
dan ke-20.
9.
Setelah salam pada rakaat ke-16 bilal membaca:
اَلْخَلِيْفَةُ الثَّالِثَةُ أَمِيْرُ
الْمُؤْمِنِيْنَ سَيِّدُنَا عُثْمَانَ بْنِ عَفَّان
Para
jamaah menjawab:
اللهُ عَنْهُرَضِيَ
10.
Setelah salam pada rakaat ke-20 bilal membaca:
اَلْخَلِيْفَةُ الرَّابِعَةُ أَمِيْرُ
الْمُؤْمِنِيْنَ سَيِّدُنَا عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِب
اللهُمَّ اجْعَلْناَ باِلاِيْماَنِ
كاَمِلِيْنَ. وَلِلْفَرَاۑ
ضِ مُؤَدِّ يْنَ.وَلِلصَّلاَةِ حاَفِظِيْنَ.
وَلِلزَّكاَةِ فاَعِلِيْنَ. وَلِماَ عِنْدَكَ طاَلِبِيْنَ. وَلِعَفْوِكَ
رَاجِيْنَ. وَبِالْهُدٰى مُتَمَسِّكِيْنَ. وَعَنِ اللغْوِ
مُعْرِضِيْنَ. وَفِى الدُّنْياَ زَاهِدِ يْنَ. وَفِى الاٰخِرَةِ رَاغِبِيْنَ.
وَبِالْقَضَاءِرَاضِيْنَ. وَلِلنَّعْمَاءِ شَاكِرِيْنَ. وَعَلَى الْبَلاَءِ
صَابِرِيْنَ. وَتَحْتَ لِوَاءِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ
الْقِيٰمَةِ سَاۑِرِيْنَ.
وَاِلَى الْحَوْضِ وَارِدِ يْنَ. وَاِلَى الْجَنَّةِ دَاخِلِيْنَ. وَمِنَ النَّارِنَاجِيْنَ.
وَعَلٰى سَرِيْرِ الْكَرَامَةِ قَاعِدِيْنَ. وَمِنْ حُوْرٍ عِيْنٍ
مُّتَزَوِّجِيْنَ. وَمِنْ سُنْدُسٍ وَّاِسْتَبْرَقٍ وَّدِيْبَاجٍ
مُّتَلَبِّسِيْنَ. وَمِنْ طَعَامِ الْجَنَّةِ اٰكِلِيْنَ. وَمِنْ لَّبَنٍ
وَّعَسَلٍ مُّصَفًّى شَرِبِيْنَ بِاَكْوَابٍ وَّاَبَارِيْقَ وَكَأْسٍ مِّنْ
مَّعِيْنٍ مَّعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِّنْ النَّبِيِّيْنَ
وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصّٰلِحِيْنَ وَحَسُنَ اوُلٰۑِكَ
رَفِيْقًا. ذٰلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللهِ وَكَفٰى بِاللهِ عَلِيْمًا. اَللهُمَّ
اجْعَلْنَا فِىْ لَيْلَةِ هٰذَا الشَّهْرِ الشَّرِيْفَةِ الْمُبَارَكَةِ مِنَ السُّعَدَاءِالْمَقْبُوْلِيْنَ. وَلاَتَجْعَلْنَا
مِنَ الاَشْقِيَاءِ الْمَرْدُوْ دِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلٰى خَيْرِ خَلْقِه
سَيِّدِ نَا مُحَمَّدٍوَّاٰلِه وَصَحْبِه اَجْمَعِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرّٰحِمِيْنَ. وَالْحَمْدُلِلهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ.
2.
Shalat witir
Shalat witir adalah shalat sunah
dengan rakaat ganjil yang dilakukan setelah melakukan shalat isya’ di waktu
malam. Hukum shalat witir adalah sunah muakkadah, yakni sunah yang sangat dianjurkan
untuk dilaksanakan. Adapun jumlah rakaat shalat witir harus ganjil, yakni dari
mulai 1, 3, 5, 7, dan 9 rakaat. Setiap rakaat dikerjakan dengan dua rakaat dan
yang terakhir satu rakaat.
Niat shalat witir yang dua rakaat
adalah sebagai berikut:
أُصَلِّيْ
سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَتَيْنِ للهِ تَعاَ لَى
Artinya: “saya niat shalat witir dua
rakaat karena Allah.”
Sedangkan niat shalat witir yang
satu rakaat adalah sebagai berikut:
أُصَلِّيْ
سُنَّةَ الْوِتْرِ رَكْعَةٍ لِلهِ تَعاَ لَى
Artinya:
“saya niat shalat witir satu rakaat karena Allah.”[13]
Sedikitnya
rakaat shalat witir adalah satu rakaat dan yang palimng banyak adalah sebelas
rakaat. Adapun waktunya adalah diantara shalat isya’ sampai munculnya fajar
shadiq. Waktu yang utama untuk orang takut tidak bisa mengerjakannya pada
sepertiga malam terakhir adalah awal malam yaitu setelah shalat isya’. Adapun
waktu pada sepertiga malam terakhir adalah waktu yang utama untuk orang yang
sudah terbiasa mengerjakannya pada sepertiga malam terakhir. Memisah shalat witir
dengan beberapa salam itu lebih utama daripada menyambung secara langsung.
Dalam tiga
rakaat terakhir dari shalat witir disunahkan membaca surat Al A’la dalam rakaat
pertama, surat Al kafirun dalam rakaat kedua dan surat Al Ikhlas dan
Muawidzatain dalam rakaat ketiga.[14]
سُبُّوْحٌ
قُدُّوْسٌرَّبُّناَ وَالرُّوْحِ. سُبْحٰنَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلاَ اِلٰهَ
اِلآَ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ وَلاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلآَباِللهِ الْعَلِيِّ
الْعَظِيْمِ
C.
PENUTUP
Kesimpulan
Shalat jamaah
sangat dianjurkan oleh agama, pahala yang didapat dua puluh tujuh derajat lebih
besar dari pada shalat seorang diri.
“Telah menghkabarkan kepada kami Malik dari Abi
Zinad dari A’raj dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi saw. Telah bersabda:
“Shalat berjamaah yang dilakukan salah seorang diantara kamu lebih utama
dari pada shalat sendirian, pahalanya berlipat dua puluh lima kali.”
Shalat jama’
adalah melaksanakan atau menggabungkan shalat wajib dalam satu waktu.
Shalat jama’ dilaksanakan pada waktu bepergian dalam jarak tempuh 90 km. pada
shalat jama’, yang bisa dijamakkan adalah shalat dzuhur, ashar, magrib dan
isya’, sedangkan subuh tidak bisa dijama’kkan.
Yang dimaksud
dengan mengqasar sholat adalah meringkas shalat. Shalat yang bisa diringkas
hanya shalat dengan jumlah empat rakaat. Sementara maghrib dan subuh tidak bisa
diqasarkan. Bila menqasar shalat, bisa dilakukan dengan dua rakaat saja, untuk
memudahkan seorang Musafir.
Adapun macam-macam sholat sunnah itu ada sholat rowatib, sholat hajat,
sholat tahjud, sholat istiharah, sholat terawih dan witir
DAFTAR PUSTAKA
,,,,,Al-Jumanatus Sarif Al-Majmu us Sariful Kamil. Bandung. CV.
Penerbit Jumanatul Alim-Art. 2007.
Abdul Muiz, Panduan Shalat Terlengkap,,,,,Pustaka Makmur. 2013.
Abyan, Amir. Pendidikan
Agama Islam Fikih. Semarang. Karya
Toha Putra. 2008.
Al Habib Zainal
Abidin bin Ibrahim bin Smith, Konsep Aswaja Tuntunan Pribadi Muslim Sejati. Bojonegoro. Darul
Hikmah. 2012.
As-Syafi’I, Ahmad Faisal. Shalat
Tahajud dan Witir Rasulullah SAW. Jakarta. Jala Mitra. 2009.
Darsono, Ibrahim. Penerapan Fikih. Solo. Tiga Serangkai. 2008.
Firdaus Wajdi & Saira Rahmani, Shalat wajib dan sunnah.
Jakarta. Zaman. 2009.
Labib Mz, Rangkuman Shalat Lengkap. Surabaya. Bintang Usaha
Jaya. 2000.
Maktabah Syamilah, shohih bukhari, juz 2, hal 59, nomer 1182
Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam. Bandung. Sinar Baru Algensindo.
2013.
Sadili, Ahmad Nawawi. Panduan Praktis dan Lengkap Shalat Fardhu dan
Sunnah. Jakarta. Amzah. 2009.
Sholikhin, Muhammad. Panduan Sholat Lengkap dan Praktis.
Jakarta. Penerbit Erlangga. 2012.
Tim Ulin Nuha, Fiqih Ramadhan Mendulang Ilmu Melalui Pahala.
Surakarta. Muhammadiyah University Press. 2008.
[1] Amir Abyan, Pendidikan Agama Islam Fikih (Semarang: Karya Toha Putra, 2008), hal. 108.
[3] Ibrahim Darsono, Penerapan Fikih (Solo: Tiga Serangkai, 2008), 120.
[4] Ibid; 121
[5] Ahmad Nawawi
Sadili, Panduan Praktis dan Lengkap Shalat Fardhu dan Sunnah (Jakarta:
Amzah, 2009), 253.
[6] KH. Muhammad
Sholikhin, Panduan Sholat Lengkap dan Praktis (Jakarta: Penerbit
Erlangga, 2012), 152-153.
[7] Ahmad Faisal
As- Syafi’I, Shalat Tahajud dan Witir
Rasulullah SAW (Jakarta: Jala Mitra, 2009), 4.
[8] Firdaus Wajdi
& Saira Rahmani, Shalat wajib dan sunnah (Jakarta: Zaman, 2009), 133-135.
[9] Labib Mz, Rangkuman
Shalat Lengkap (Surabaya: Bintang Usaha Jaya, 2000), 178-179.
[11] Tim Ulin Nuha,
Fiqih Ramadhan Mendulang Ilmu Melalui Pahala (Surakarta: Muhammadiyah
University Press, 2008), 91.
[12] Ibid, Muiz, 146.
[13] Abdul Muiz, Panduan Shalat Terlengkap (,,,,,Pustaka Makmur, 2013),
143.
[14] Al Habib
Zainal Abidin bin Ibrahim bin Smith, konsep ASWAJA Tuntunan Pribadi Muslim Sejati (Bojonegoro: Darul
Hikmah, 2012), 82.
[15]
,,,,,Al-Jumanatus Sarif Al-Majmu us Sariful Kamil (Bandung: CV. Penerbit
Jumanatul Alim-Art, 2007), 252.